Selasa, 21 Oktober 2014

Something that was irritated me so deeply

Hari ini aku menceritakan semua mimpiku. Semua hal yang ingin kuraih setelah aku menyelesaikan skripsiku - yang bahkan belum dimulai -. Aku terhenyak seketika. Kau bilang aku berlebihan. Aku tersenyum getir menahan tangisku di perjalanan, dan kupilih diam. Yeah, aku mengutarakan banyak hal, ingin ke London yang paling utama. Dan ternyata dalam kamusmu, mimpi itu berbatas. Atau mungkin memang begitu kiranya hal yang berlaku secara umum, mimpi itu berbatas. Secara gamblangnya dikatakan itu khayalan, impossible!, mungkin seperti itu maksudmu, jangan berkhayal.

Aku masih tersinggung dan memikirkan hal itu hingga malam aku menulis ini. Dulu kau juga sempat mengajakku ikut survey, memaksaku lebih tepatnya, karena aku benar-benar sudah ingin menjalankan job apapun, ingin rehat. Dan cukup terdiam aku dengan jawabanmu saat itu, "koe ora kerjo survey yo skripsimu ra rampung we kok". Wow, you know, aku seperti sedang berbicara dengan seorang bossy yang seenaknya merendahkan orang lain. Bahkan detik itu aku merasa, kau menganggapku sebagai bawahanmu, bukan partner kerja, atau pendamping hidupmu, it's irritated me, deeply....

Apa aku salah jika berpikir kau mulai picik dengan contoh dua hal yang kau lakukan di atas? Kenapa aku harus membatasi mimpiku? Toh, mimpi itu hanyalah sebuah harapan. Harapan bisa diwujudkan jika realitanya memungkinkan. Jika pun tidak, harapan itu bisa menjadi motivasimu untuk maju. Kenapa aku harus menghalangi langkahku untuk menjelajah seluas mungkin? I was crying till now , who really are you?

Aku tahu kau cerdas. Seringkali kau melogikakan, atau istilahmu menganalisa segala hal, termasuk agama, Tuhan, tapi aku pikir kau mulai sedikit melampaui kodratmu. Kau angkuh, seakan daya pikirmu mampu memecahkan segala pertanyaan. Tapi tidak, Sayang, sungguh jangan terjebak dengan analisa artifisial menggunakan isi kepalamu, karena ilmu yang sesungguhnya kita temukan ketika kita menggunakan hati.

Aku mencintaimu, Sayang, sungguh. Bukan maksud menulis ini untuk memutuskan hubungan kita, tidak sama sekali. Apalagi kau bilang sedang tak ingin mendengarkan ceramah dengan teori apapun dariku. Aku hanya ingin mengingatkan, bukan menggurui karena jelas aku tak sepintar dan secerdas kau. Maaf jika aku melampaui batasku sebagai kekasihmu.

Ini surat terbuka yang kutulis untukmu, Sayang. Ketika kau membacanya, mungkin kau akan marah dan tersinggung dengan sikapku. Tapi sungguh, Sayang, aku ingin menulis ini karena aku menginginkan hubungan ini hingga seterusnya.

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar