Kamis, 11 Juli 2013

Chaos#2 Matinya sang Rembulan

Matahari mengajakku berlari. Ia menggenggam tanganku begitu kuat. Kita berlari, menunjukkan kepada dunia, kita mampu, kita teguh. Dia bilang akan selalu bersamaku. Dia bilang akan melewati semua. Dia bilang cukup percaya padanya. Lalu kubiarkan ia menggenggam tanganku semakin erat hingga sedikit pedih. Tapi aku begitu bahagia, begitu percaya. Dia matahariku....

Lalu tiba-tiba ia berubah haluan. Ia hilang keyakinan. Ia lepaskan genggaman tanganku. Ia bersembunyi, berlari sendiri. Ia bilang jaman telah berubah. Bukan lagi waktunya untuk bermain-main. Ya, aku berdiri dengan tatapan nanar. Kuusap pergelangan tanganku yang berbekas luka memerah. Dia meninggalkanku sendirian, tanpa mengantarkanku kembali pulang. Aku linglung, tak tahu arah, dan hanya bisa terdiam tanpa mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Permainan orang dewasakah seperti ini? Apa aku yang terlalu kekanakan untuk hadir di zona pemikiran orang-orang yang katanya telah matang? Ah, matahari semakin jauh berlari. Aku terdiam mematri jejak matahari yang tersisa di sekelilingku. Mungkin ini efek radiasinya, terlalu kuat melumpuhkan segala inderaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar